Tradisi Sakral Beluluh Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura

Kotanusantara.id, Kutai Kartanegara – Tradisi sakral Beluluh Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura digelar Kamis (18/9/2025) di Kedaton Tenggarong. Prosesi yang dihadiri langsung Sultan Adji Muhammad Arifin, keluarga kesultanan, Forkopimda, dan tokoh masyarakat ini bertujuan membersihkan diri Sultan beserta kerajaan dari energi negatif serta memohon keselamatan bagi masyarakat Kutai Kartanegara melalui doa dan ritual adat.

Dalam sambutannya, Pangeran Noto Negoro Heriansyah menegaskan bahwa Beluluh adalah tradisi turun-temurun yang memiliki nilai spiritual mendalam. Ia berharap prosesi ini tidak dipandang sekadar acara seremonial, melainkan mampu dihayati dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

“Harapan kami ke depan, ini bukan hanya rutinitas, tetapi sebuah acara yang berkualitas. Makna-makna dalam Beluluh harus menjadi keyakinan dan dasar nilai bagi anak-anak muda serta para pemimpin,” ujarnya.

Pangeran juga menyinggung makna filosofi dalam Undang-Undang Panji Selatan yang berisi empat nilai dasar. Menurutnya, nilai tersebut bila diterapkan dapat memperkuat karakter masyarakat, khususnya generasi muda.

Sementara itu, Bupati Kutai Kartanegara, Aulia Rahman Basri, melalui Asisten III Dafip Haryanto, menyampaikan dukungan penuh pemerintah terhadap pelestarian adat dan tradisi Kesultanan Kutai.

“Pemerintah Kabupaten Kukar berkomitmen melestarikan seluruh aspek ritual adat yang sarat nilai sakral. Tradisi ini bukan hanya warisan budaya, tetapi juga penguat identitas daerah,” tegasnya.

Ia menambahkan, pemerintah terus mendorong program edukasi dan pembinaan agar adat istiadat Kutai tetap lestari serta dikenali generasi penerus.

Dalam tradisi Beluluh, prosesi gugur menjadi tahap sakral yang melambangkan pelepasan dan pemusnahan unsur negatif yang mengelilingi Sultan dan kesultanan, baik yang nyata maupun gaib. Ritual ini dilaksanakan secara turun-temurun dengan tata cara adat, antara lain duduk di atas balai bambu, pembacaan doa oleh belian, percikan air kembang, dan taburan beras kuning sebagai doa restu.

Dengan prosesi gugur, diharapkan Sultan serta seluruh kesultanan terbebas dari gangguan roh, energi buruk, dan mara bahaya lainnya, sehingga dapat menjalankan tugasnya dalam keadaan suci lahir dan batin.

Beluluh Sultan bukan sekadar ritual, tetapi juga momentum mempererat kebersamaan antarwarga serta memperkuat identitas budaya Kutai Kartanegara.

Pangeran Noto Negoro Heriansyah menutup pesannya dengan ajakan agar seluruh masyarakat menjaga nilai-nilai luhur kesultanan dan tidak mudah terprovokasi oleh hal-hal yang dapat memecah persatuan.

“Dengan prosesi adat ini, mari kita bersama-sama membangun Kutai Kartanegara yang sejahtera dan berbudaya,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Populer

Berita Terkait